Kamis, 07 Juli 2011

ilmu pengantar agama

1.1  Agama Dalam pandangan Ilmu Pengetahuan

Pada umumnya para ahli ilmu pengetahuan sosial yang melakukan studi agama menganggap bahwa agama menjadi bagian dari kebudayaan manusia, namun hal ini tidak disetujui oleh sarjana –sarjana teologi seperti dalam Islam, Kristen dan Yahudi.

Anggapan bahwa agama sebagai bagian dari kebudayaan manusia timbul dari kesimpulan studi mereka menurut aspek ilmu pengetahuan sosial budaya seperti anthropologi, sosologi, ethnologi dan sebagainya yang dijadikan pangkal tolak berpikir mereka. Hal tersebut bukannya merupakan pandangan yang salah, sebab agama sebagai elemen yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia sejak zaman prasejarah sampai zaman modern sekarang ini dapat dilihat dari dua segi yakni dari segi bentuk dan isinya.

Bila kita lihat dari segi bentuknya, maka agama dapat dipandang sebagai kebudayaan batin manusia yang mengandung potensi psikologis yang mempengaruhi jalan hidup manusia. Sedangkan bila dilihat dari segi isinya, maka agama adalah ajaran atau wahyu Tuhan yang dengan sendirinya tak dapat dikategorikan sebagai kebudayaan. Segi yang kedua ini hanya berlaku bagi agama –agama revilasi (wahyu). Sedangkan bagi agama-agama yang sumbernya bukan dari wahyu, maka dapat dipandang baik bentuk maupun isinya adalah kebudayaan. Agama yang demikian berasal dari budaya manusia atau masyrakat sendiri. Pokoknya agama dapat dipelajari dan diselidiki dengan mengunakan akal pikiran berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pengetahauan. Akan tetapi ada sarjana anthropologi yang yang menolak melakukan studi tentang agama secara ilmiah seperti pendirian H. Morgan, seorang sarjana inggris yang beraliran Darwinisme menyatakan bahwa “Religion is just too irrational to be understood by scientific means”, bahwa “agama itu terlalu irrasional untuk dimengerti melalui metode ilmiah”.

Pengetahuan-pengetahuan dalam bidang keagamaan, bukan melulu berdasar wahyu. Sebagai halnya dengan pengetahuan dalam lapangan ilmiah, pengetahuan agama juga diperoleh dengan mempergunakan bukti-bukti historis. Dalam lapangan ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang adanya Aristoteles, Plato dan sebagainya serta ajaran-ajaran mereka masing-masing diperoleh dari buku-buku yang menurut keterangan adalah tulisan mereka. Apakah buktinya bahwa orang yang bernama Aristoteles atau Plato betul dan benar ada di abad ke-5 dan dank ke-4 sebelum nabi Isa? Dan apa buktinya bahwa buku-buku yang disebut itu adalah karangan mereka? Karena ada tradisi turun temurun mulai dari sesudah matinya kedua filosof itu sampai ke masa kita ini yang mengatakan demikian dan belum ada suara yang menentang kebenaran tradisi ini.

Demikian pula dalam agama. Pengetahuan tentang Budha, tentang nabi-nabi seperti Musa, Isa dan Muhammaad diperoleh dari tradisi. Tradisi ini diperkuat oleh bukti-bukti historis. Bukti-bukti historis yang dimaksud umpamanya keterangan-keteranagan penulis sejarah yang diakui keahlian dan dipercayai kebenaran uraiannya tentang pribadi-pribadi tersebut dan sejarah itu ditulis di zaman mereka masih hidup atau tidak lama sesudah zaman mereka.

Kalau tak ada bukti-bukti historis, adanya figur yang bersangkutan diragukan. Mengenai nabi Muhammad umpamanya, belum ada suara yang mengatakan bahwa wujud beliau dalam sejarah diragukan. Sejarah nabi Muhammad jelas. Buku suci yang ditinggalkannya ada, dan kata-katanya dicatat ( hadist yang rentetan rawinya dengan jelas disebutkan satu per satu).

Kembali ke pokok persoalan, kalau ada tuduhan bahwa pengetahuan agama berdasar pada tradisi, orang bisa menjawab bahwa dalam lapangan ilmiah juga ada pengetahuan yang berdasar pada tradisi, terutama sejarah, filsafat dan sebagainya.

Kepercayaan pada adanya tuhan adalah dasar utama sekali dalam paham keagamaan. Tiap-tiap agama berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib, dan cara hidup tiap-tiap manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat erat hubungannya dengan kepercayaan tersebut. Kekuatan gaib itu, kecuali dalam agama-agama primitif disebut Tuhan. Agama-agama primitif belum memberi nama tuhan kepada kekuatan gaib itu. Dengan kata lain kekuatan gaib itu belumlah berasal dari luar alam ini, tetapi masih berpangkal dalam alam. Kekuatan gaib itu belum mempunyai arti teisme atau deisme, tetapi dinamisme dan animisme.

Adapun paham-paham keagamaan yang pernah berkembang dalam sejarah manusia

Dinamisme

Dinamisme berasal dari kata yunani dynamis yang dalam bahasa Indonesia disebut kekuatan. Bagi manusia primitif yang tingkat kebudayaannya masih rendah sekali, tiap-tiap benda yang berada disekelilingnya bisa mempunyai kekuatan batin yang misterius. Dalam ilmu sejarah agama dan ilmu perbandinagn agama, kekuatan batin ini biasanya disebut mana.

Animisme

Ada masyrakat primitif lain yang berpendapat bahwa semua benda, baik yang bernyawa atau tidak bernyawa mempunyai roh. Paham ini disebut animisme, dari kata latin anima yang berarti jiwa. Bagi mereka roh itu tersusun dari suatu zat atau materi yang halus sekali, yang dekat menyerupai uap atau udara. Dalam paham mayarakat primitif ini, roh itu makan, mempunyai bentuk, mempunyai umur, mempunyai kekuatan dan berkehendak, bisa merasa senang dan marah. Kalau ia marah ia dapat membahayakan bagi manusia. Oleh sebab itu keridaannya harus dicari, harus diusahakan agar ia jangan marah. Bagi masyarakat primitif serupa ini segala benda yang ada di dunia mempunyai roh seperti gunung, sungai, pohon kayu, batu bahkan rumput.

Polyteisme

Peningkatan mana, peningkatan roh, terutama nenek moyang menjadi dewa dan tuhan. Perbedaan antara roh dan dewa hanya perbedaan dalam derajat kekuasaan. Dewa lebih berkuasa, lebih tinggi dan mulia dan penyembahannya lebih umum dari roh dan dewa-dewa ini dipandang mempunyai pekerjaan-pekerjaan tertentu. Bagaimanapun politeisme memperkecil jumlah roh-roh yang disembah dan dipuja dalam animisme. Polyteisme memberi betuk dan sifat yang lebih jelas bagi dewa-dewa daripada animisme kepada roh-roh yang mereka junjung tinggi.

Henoteisme

Dalam polyteisme terdapat pertentangan tugas antara dewa-dewa atau tuhan-tuhan. Bagi orang yang berpikir dalam, hal serupa ini tak memuaskan. Oleh karena itu timbulah aliran yang mengutamakan beberapa dari dewa-dewa yang banyak itu sebagi objek penyembahan. Pada suatu masa dalam  perkembangan paham ketuhanan ini satu dewa saja yang diberikan kedudukan yang tertinggi di antara tuhan-tuhan yang banyak itu. Tuhan ini dipandang sebagai kepala atau bapak dari tuhan-tuhan lain. Umpamanya Zeus dalam agama yunani lama, sebagai bapak dan keluarga dewa-dewa.

Monoteisme

Henoteisme hanya perlu selangkah untuk meningkat menjadi monoteisme. Kalau tuhan-tuhan asing yang disangka musuh atau saingan itu tidak diakui lagi, malahan ada yang diseluruh alam hanya ada satu tuhan.

Deisme

Monoteisme bisa berbentuk deisme atau teismeDeisme berasal dari kata latin yang berarti Tuhan. Menurut paham deisme tuhan berada jauh di luar alam (transcendent) yaitu tidak dalam alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakannya, ia tidak memperhatikan alam lagi. Alam berjalan menrut peraturan-peraturannya (hukum alam).

Karena alam seluruhnya berjalan menurut mekanisme tertentu dan menurut peraturan-peraturan yang tak berubah-ubah, maka dalam deisme tak terdapat paham mukjizat, dalam arti kata sesuatu yang bertentangan dengan peraturan alam.

Paham deisme ini mulai timbul pada abad ke-17 dan berasal dari falsafat Newton (1642-1727) yang mengatakan bahwa tuhan hanya pencipta alam dan jika ada kerusakan baru maka alam memerlukan Tuhan untuk memperbaiki kerusakan yang timbul itu.

Panteisme

Pan berarti seluruh. Dengan demikian panteisme mengandung arti seluruhnya Tuhan. Panteismeberpendapat bahwa seluruh  kosmos ini adalah Tuhan. Benda-benda yang dapat ditangkap oleh pancaindra adalah bagian dari Tuhan. Saya dan saudara adalah juga bagian dari Tuhan. Begitu pula bangku, kursi, lampu dan sebagainya adalah bagian dari Tuhan. Tak ubahnya seperti dalam hinduisme umpamanya, yang hak dari yang ada itu ialah Brahman, alam pancaindra itu bukanlah hakekat, hanya maya atau illusi.

Teisme

Teisme sepaham dengan deisme, berpendapat bahwa Tuhan adalah transcendent yaitu di luar alam, tetapi sepaham dengan panteisme yang menyatakan bahwa Tuhan, sungguhpun berada di luar alam, juga dekat dengan alam. Berlainan dengan deismeteisme menyatakan bahwa alam setelah diciptakan Tuhan, namun tetap berhajat kepadanya. Kosmos ini tak bisa berwujud dan berdiri tanpa Tuhan walaupun sehari. Tuhanlah yang terus menerus secara langsung mengatur alam ini. Dalam pahamteisme alam ini  tidak beredar menurut hukum-hukum alam tetapi beredar menurut kehendak mutlak Tuhan. Oleh sebab itu teisme mengakui adanya mujizat.

Ateisme

Ateisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan tidak ada. Kalau alam memang berdiri sendiri secara lengkap dan bergerak menurut hukum yang terdapat dalam dirinya sendiri. Tuhan tak perlu ada, kalau betul Tuhan ada kata seorang ateis mengapa ia tak menunjukan dirinya dengan jelas dan nyata kepada manusia. Keterngan bahwa tuhan ada dengan alasan adanya mukjizat dan wahyu, tidak memuaskan.

Lebih lanjut lagi, kalau Tuhan betul ada, apa sebabnya maka dijadikan kejahatan dalam alam ini? bukankah ini menimbulkan kekacauan? Apakah alam yang penuh kekacauaan ini ciptaan suatu Tuhan yang bersifat maha baik lagi maha mengetahui?

Agnoteisme

Kalau ada paham yang dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan ada dan paham dengan tegas mengatakan Tuhan tidak ada., ada pula paham yang ragu-ragu tentang adanya tuhan atau lebih tepat disebut paham yang mengatakan bahwa manusia  tak sanggup dan tak bisa memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Paham ini disebut agnostisime (tidak mengetahui), skeptisme (ragu-ragu).

Menurut sejarah kata agnostic itu diciptakan oleh Thomas henry Huxley (1825-1895), sebagai lawan kata dari gnostik yang mengatakan bahwa pengetahuan positip tentang Tuhan dapat diperoleh manusia. Kaum agama mengatakan bahwa mereka memperoleh pengetahuan positip dan pasti tentang wujud Tuhan. Huxley sebaliknya mengatakan pengetahuan yang positip dan pasti tentang wujud Tuhan tak mungkin diperoleh.

Paham agnostisme tidak dengan tegas meniadakan adanya Tuhan, sebagai halnya dengan ateis. Oleh sebab itu seorag agnostik bisa percaya pada adanya Tuhan, tetapi tidak tahu siapa dan bagaimana sifat-sifat Tuhan itu.

1.2 Perbedaan Filsafat dan Agama

Ada dua perkataan yang sering dipahamkan secara keliru, yaitu perkataan filsafat dan agama.

Kedua perkataan itu meliputi bidang yang sama, yaitu bidang yang disebut dalam bahasa inggris ultimate, yakni bidang yang terpenting yang menjadi soal hidup atau mati seseorang, dan bukan persoalan yang remeh.

Perbedaan agama dan filsafat tidak terletak dalam bidangnya, filsafat berarti memikir, sedangkan agama berarti mengabdikan diri. Orang yang belajar filsafat tidak saja mengetahui soal filsafat, akan tetapi lebih penting dari itu ialah dapat berpikir. Begitu juga orang yang mempelajari agama, tidak hanya puas dengan pengetahuan agama, tetapi memerlukan membiasakan dirinya dengan hidup secara agama. Seorang yang ahli agama yang bernama William Temple berkata “ filsafat itu ialah menuntut pengetahuan untuk memahami sedangkan agama adalah menuntut pengetahuan untuk beribadah”. Ia juga berkata “  pokok dari agama bukan pengetahuan tentang Tuhan, akan tetapi perhubungan antara seseorang manusia dengan Tuhan”

Suatu hal yang penting diketahui tentang agama ialah rasa pengabdian (dedication) atau contentment. Tiap-tiap pengikut agama merasa bahwa ia harus mengabdikan dirinya sekuat-kuatnya kepada agama yang dipeluknya.

Rasa pengabdian ini harus dihargai, bagi tiap-tiap orang yang ingin mempelajari sesuatu agama, rasa pengabdian ini akan muncul apabila diselidiki secara seksama. Akan tetapi sesungguhnya lebih dalam daripada hanya pengertian, oleh karena pengabdian itu merupakan keyakinan dan kesediaan untuk menghubungkan nasib diri seseorang terhadap pengertian itu.

Seorang ahli filsafat, jika  ia berhadapan dengan penganut sesuatu aliran paham yang lain, biasanya bersikap lunak, oleh karena dia akan sanggup meninggalkan pendiriannya jika ia merasa dirinya salah, sebaliknya seorang yang beragama biasanya mempertahankan agamanya itu habis-habisan, oleh karena ia sudah mengikat dirinya dan mengabdikan kepadanya.

Perbedaan lebih jauh mengenai filsafat dan agama, ialah bahwa filsafat walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, tetapi sering mengeruhkan pikiran pemeluknya karena ia akan terus dan terus mencari hakikat kebenaran, sedangkan agama walaupun memenuhi pemeluknya dengan semangat fanatik dan perasaan pengabdian diri, akan tetapi mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya. itu.

KOMENTAR:
brati cukup sudah dgn beragama_tak usah berfilsafat_
----------------------
filsafat membantu manusia agar lebih yakin kepada agamanya, maaf mungkin ada sebagian saudara2 muslim yg benci filsafat, namun percayalah filsafat adh ilmu, sedang ilmu tergantung isinya, filsafat isinya tdk sepenuhnya haram, maka jika ada org yg masih ragu dgn agamanya, ia bs menggunakan ilmu logika (bagian dr filsafat) akan persoalan materi dan immateri (metafisika: bagian dr filsafat).

jika ada pertanyaan apakah abu bakar, umar dan sahabat lainnya memeluk islam karena telah belajar filsafat???
tentu tdk, karena filsafat di masa itu belum masuk jazirah arab. kalaupun sdh masuk itu belum berkembang dan tdk ada pendalaman.
filsafat di masa kini hanyalah salah satu jalan menuju suatu kesimpulan hakiki bhw tuhan ada dan islam adh agama tuhan yg satu2nya benar.

jadi jika anda ingin memantapkan keyakinan kita, maka salah satu jalanny adh belajar filsafat (filsafat yg benar lah).
belajar sains dan mendalaminya juga salah satu jalan,
memperhatikan dan merenungi ilmu dan akhlaq seorang ulama juga salah satu jalan, para sahabat memeluk islam tentunya salah satu jalanyya karena melihat dan merenungi akhalq rosul yg adil dan bs dipercaya.
_
---------------------
Sbnarya knp & apa tujuan org b'filsafat?--------------------makna dr filsafat sesungguhnya berpikir kritis akan sebuah hakikat,ini baru makna sederhanya, maka jika dilihat dr makna sederhananya, sebenarnya dr kecil kita sdh berfilsafat, sbg contoh, saat anak kecil mulai berpikir kenapa TV bs menyala dan bagaimana cara menyalakannya, ia mulai melakukan trial and error yg pada akhirnya ia dpt menyalakan TV sendiri.

namun makna luasnya adh berpikir kritis melalui metode ilmiah (yg bs dibenarkan oleh akal) untuk mengungkap hakikat kebenaran dl hal ini hakikat alam dan kehidupan. maka para pakar ilmu menjadikan filsafat sbg induk dr segala ilmu yg kemudian memiliki cabang2nya seperti sains, matematika, psikologi, ilmu humaniora, ilmu sejarah, ilmu seni dsb.

namun jika ditanya kpn org berfilsafat sebenar-benar filsafat yaitu saat org sdh mengalami perkembangan akal/baligh. apakah org awam (tukang bakso, supir, petani, nelayan) boleh berfilsafat, tentu boleh cuman apakah dgn mempelajarinya akan lebih baik baginya??
sebab mungkin saja dgn ia belajar filsafat, ia akan mengalami kekacauan krn latar belakang yg tdk mendukung, dan kedua mereka beralasan buat cari kebutuhan hidup saja susah, kok belajar filsafat segala.

tujuan filsafat sekali lagi adh untuk memantapkan keyakinan, dan juga agar terbiasa berpikir rasional, semakin kita terbiasa berpikir rasiona maka akan mudah pula kita dlm menghadapai persoalan hidup, baik persoalan pribadi, keluarga, masyrakat, negara maupun agama.

saya tegaskan filsafat tdk menjamin anda menemukan dan memantapkan kebenaran, namun hanya membantu, jadi monggoh terserah mau mempelajari atau tdk.
wallhu'alam
---------------------Jk bgitu, maka smakin jelas bhwa filsafat mmg dibutuhkn olh org2 yg RAGU THDP AGAMA YG DIANUTNYA. Shg ia mrasa prlu utk MENCARI KEBENARAN LAIN diluar agamanya------------------------ 
faktanya kebanyakan org beragama krn keturunan, shgga nampak jelas bhw selama ini kebanyakan org takdirnya ditentukan oleh orang tuanya, seharusnya takdir seseorg ditentukan oleh dirinya sendiri,
tuhan (Allah) menganugerahkan manusia berupa akal, maka gunakanlah akal untuk menentukan takdir agar kita menjadi org yg selamat dunia akhirat.

memantapkan keyakinan adh benar, sbg contoh jika seandainya dilahirkan dr org tua kristen dan kita tdk bersikap kritis, maka selamanya kristen akan dianggapa sbg kebenaran, nah bagaiamana dgn yg islam, tentunya memantapkan keyakinan islam lewat akal itu lebih baik drpada memantapkan atas dasar "POKOKNYA GUWE PERCAYA AJA AMA OMONGAN EMA GUWE".

sbg contoh kisah nabi ibrahim, mari perhatikan:

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 260 Allah berfirman, "Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati". Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku meyakininya; tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)". Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung dan cincanglah semua olehmu.
Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari
bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

perhatikan petikan ayat "agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)"
-------------------Yg dlakukn Nabi Ibrahim bukn brfilsaft.-----------------------filsafat salah satu jalan memantapkan keyakinan, belajar sains juga salah satu jalan, makanya banyak ilmuan barat yg masuk islam karena latar belakang sains yg kuat dan mempelajari kecocokan sains dan alquran, ada juga melalui jalan memperhatikan akhlaq seseorang seperti yg terjadi pada para sahabat, mereka mantap terhadap keyakinannya karena mereka melihat akhlaq rosul yg adil dan bisa dipercaya, pernah juga saya mendapat suatu kisah nyata, seorang nasroni di amerika yg masuk islam karena melihat akhlaq org2 islam.

nah yg dilakukan nabi ibrahim juga salah satu jalan memantapkan keyakinan tetapi ini berkaitan dgn kekuatan ghaib (supranatural/di luar jangkauan akal) dan memang ini bukan filsafat, bukan sains dan juga bukan akhlaq.
-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar